Senin, 23 Agustus 2010

Pesona Sungai Musi

Sungai Musi sampai sekarang masih menjadi salah satu tempat tujuan pariwisata favorit di Kota Palembang. Penggemar wisata sungai juga cukup banyak, yakni dari wisatawan domestik, wisatawan mancanegara, dan tidak kalah juga dari warga Palembang sendiri.......... Salah satu tempat berkumpulnya para pelaku usaha pariwisata sungai bersama wisatawan dan warga berada di Dermaga Bentang Kuto Besak (BKB). Di dermaga tersebut, ada sekitar tujuh perahu ketek yang lokasi parkirnya berdekatan dengan benteng bersejarah tersebut.
Untuk melakukan perjalanan wisata sungai, wisatawan domestik beserta warga bisa menyewa perahu ketek dengan harga sewa bervariasi. Apabila mau menyewa perahu sampai Pulau Kemaro, tarifnya Rp 60.000 hingga Rp 70.000, sedangkan bila hanya sekadar berkeliling melihat pemandangan sungai, tarifnya berkisar Rp 40.000.
warga sekitar yang ada di seputaran benteng kuto besak dan lainnya sering melakukan perjalanan menyelusuri sungai musi, setidaknya dua kali dalam seminggu warga sekitar berwisata ke Sungai Musi. Selain terkait dengan soal keterbatasan tujuan wisata yang terjangkau bagi masyarakat Palembang, berwisata mengelilingi Sungai Musi juga bisa meredakan kepenatan pikiran dari aktivitas rutin sehari-hari.
Tempat favorit yang sering dikunjungi adalah Pulau Kemaro. Di tempat tersebut kita bisa bersantai menikmati keheningan suasananya. Selain kita bias melihat rumah rakit di kawasan Seberang Ulu.
Banyak wisatawan asal luar provinsi menyebut Kota Palembang sejak dulu terkenal dengan pariwisata Sungai Musi. Oleh karena itu belum lengkap rasanya jika singgah ke Palembang tak menyempatkan diri ke benteng kuto besak dan menyusuri sungai musi.
selengkapnya..

Minggu, 22 Agustus 2010

Dana Punia, Prioritas Beragama di Zaman Kali

Tapah pararn kerta yuge
tretayam jnyanamucyate
dwapare yajnyawaewahur
danamekam kalau yuge
(Manawa Dharmasastra, I.85)
Maksudnya: Bertapa prioritas beragama zaman Kerta, prioritas beragama zaman Treta Yuga dalam jnyana, zaman Dwapara Yuga dengan upacara yadnya, sedangkan prioritas beragama zaman Kali Yuga adalah Dana Punia....
Tapah pararn kerta yuge
tretayam jnyanamucyate
dwapare yajnyawaewahur
danamekam kalau yuge
(Manawa Dharmasastra, I.85)
Maksudnya: Bertapa prioritas beragama zaman Kerta, prioritas beragama zaman Treta Yuga dalam jnyana, zaman Dwapara Yuga dengan upacara yadnya, sedangkan prioritas beragama zaman Kali Yuga adalah Dana Punia.
ADA lima hal yang wajib dijadikan dasar pertimbangan untuk mengamalkan agama (dharma) agar sukses (Dharmasiddhiyartha). Hal itu dinyatakan dalam Manawa Dharmasastra VII.10. Lima dasar pertimbangan itu adalah iksha, sakti, desa kala dan tattwa. Iksha adalah pandangan hidup masyarakat setempat, sakti adalah kemampuan, desa adalah aturan rohani setempat, kala (waktu) dan tattwa (hakikat kebenaran Weda).

Kala sebagai salah satu hal yang wajib dipertimbangkan dalam mengamalkan agama Hindu agar sukses. Waktu dalam ajaran Hindu memiliki dimensi amat luas. Ada waktu dilihat dari konsep Tri Guna. Karena itu ada waktu satvika kala, rajasika kala dan tamasika kala. Ada waktu berdasarkan konsep Yuga — Kerta Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga dan Kali Yuga. Keadaan zaman ditiap-tiap yuga itu berbeda-beda. Karena itu, cara beragama-pun berbeda-beda pada setiap zaman.

Menurut Manawa Dharmasastra 1.85 sebagaimana dikutip diawal tulisan ini, prioritas beragama-pun menjadi berbeda-beda pada setiap zaman. Pada zaman Kerta Yuga, kehidupan beragama diprioritaskan dengan cara bertapa. Pada Treta Yuga dengan memfokuskan pada jnyana. Pada zaman Dwapara Yuga dengan upacara yadnya dan pada zaman Kala Yuga beragama dengan prioritas melakukan dana punia.

Melakukan dana punia diarahkan untuk membangun SDM yang berkualitas. Pustaka Slokantara Sloka 2 menyatakan lebih utama nilainya mendidik seorang putra menjadi suputra daripada seratus kali upacara yadnya. Inilah idealisme ajaran Hindu yang semestinya dijadikan acuan pada zaman Kali Yuga dewasa ini.

Pada kenyataannya, umat Hindu di Bali khususnya dan di Indonesia umumnya masih mengutamakan upacara yadnya sebagai prioritas beragama. Hal ini akan menimbulkan akibat yang kurang baik dalam kehidupan beragama. Dinamika umat dalam berbagai bidang kehidupan amat meningkat pesat. Kegiatan hidup yang semakin meningkat itu membutuhkan waktu, biaya, tenaga dan sarana lainnya. Amat berbeda dengan kehidupan pada zaman agraris tulen dimana umat umumnya lebih banyak di sawah ladang dan kebun untuk mencari nafkah.
Pada zaman industri ini, mobilitas umat makin tinggi dan kegiatan hidup makin beraneka ragam. Karena itu, amatlah tepat arahan Manawa Dharmasastra I.85. itu — beragama yang lebih mempriotaskan kegiatan ber-dana punia. Ini bukan berarti upacara yadnya sebagai kegiatan beragama Hindu ditinggalkan.

Upacara yadnya tetap berlangsung tetapi bukan merupakan prioritas. Justeru upacara yadnya tetap dilakukan dengan lebih menekankan aspek spiritualnya, bukan pada wujud ritualnya yang menekankan fisik material.

Apalagi bagi umat Hindu di Bali tingkatan bentuk upacara yadnya yang pada dasarnya dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu upacara nista, madia dan utama. Nista, madia dan utama itu umumnya didasarkan pada wujud fisiknya upacara. Kalau besar dan banyak sarana yang digunakan disebut utama, kalau sedikit disebut madia, dan seterusnya. Yang kecil, menengah dan besar itu masing-masing dapat lagi dibagi menjadi tiga bagian. Dengan demikian, dari yang terkecil sampai terbesar dapat dibagi jadi sembilan.

Dalam melakukan berbagai kegiatan hidup, umat seyogianya menjadikan ajaran agama sebagai pegangan dalam menjaga keluhuran moral dan ketahanan mental. Dalam melakukan berbagai kegiatan hidup, sesungguhnya agama memegang peranan penting agar semuanya selalu berada pada jalan dharma. Substansi upacara yadnya adalah untuk membangun rasa dekat dengan Tuhan melalui bhakti, dekat dengan sesama manusia melalui punia atau pengabdian, dan merasa dekat dengan alam dengan jalan asih.
Mengapa disebut upacara yadnya? Kata “upacara” dalam bahasa Sansekerta berarti “dekat” dan yadnya berarti pengorbanan dengan ikhlas dalam wujud pengabdian. Karena itu, dalam kegiatan upacara yadnya ada “upacara” yang berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya pelayanan. Kita akan merasa dekat dengan Tuhan dengan sarana upakara sebagai sarana bhakti.

Penggunaan flora dan fauna sebagai sarana upacara menurut Menawa Dharmasastra V.40 sebagai media pemujaan agar flora dan fauna itu mejadi lebih lestari pada penjelmaan selanjutnya. Ini artinya, penggunaan flora dan fauna itu sebagai media untuk memotivasi umat untuk secara nyata (sekala) melestarikan keberadaan tumbuh-tumbuhan dan hewan tersebut. Jadi, upacara yadnya bukan sebagai media pembantaian flora dan fauna.

Pada zaman Kali ini, keberadaan flora dan fauna sudah semakin terancam eksistensinya Karena itu amatlah tepat kalau bentuk fisik upacara itu diambil dalam wujud yang lebih sederhana (nista), sehinga pemakaian flora dan fauna itu tidak sampai mengganggu eksistensi sumber daya alam tersebut. Justru upacara yadnya itulah seyogianya dijadikan suatu momentum untuk melakukan upaya pelestarian flora dan fauna.

Dalam Sarasamuscaya 135 ada dinyatakan, untuk melakukan bhuta hita atau upaya mensejahterakan semua makhluk (sarwa prani) ciptaan Tuhan ini. Kesejahteraan alam (bhuta hita) itulah sebagai dasar untuk mewujudkan empat tujuan hidup mencapai dharma, artha, kama dan moksha.

Ke depan, upacara yadnya hendaknya dimaknai lebih nyata dengan melakukan asih, punia dan bhakti. Asih pada alam lingkungan dengan terus menerus berusaha meningkatkan pelestarian keberadaan flora dan fauna, punia dengan melakukan pengabdian pada sesama manusia sesuai dengan swadharma masing-masing. Asih dan punia dilakukan sebagai wujud bhakti pada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).
selengkapnya..

Tentang Dana Punia

Apakah Pengertian dari Dana Punia itu ?
Dana Punia terdiri dari dua kata yaitu Dana = Pemberian, sedangkan Punia artinya selamat, baik, bahagia, indah, dan suci.
Jadi Dana Punia artinya pemberian yang baik dan suci.

Apakah yang menjadi landasan Dana Punia ?........
Sedikitnya ada dua landasan dari Dan Punia itu antara lain :

1. Landasan Filosofis : Tat Twam Asi
2. Landasan Sastra :
1. Weda Smerti
2. Manawadharmasastra Bab IV, sloka 33, 226
3. Sarasamuscaya sloka no. 175, 176, 192, 198, 217, 178,
207, 211, 182, 183, 184, 222, 181, 202, 205, 206, 216,
187, 188, 191, 193, 194, 212, 213, 223, 261, 262,
263.
4. Sanghyang Kamahayanika, sloka 56,57,58.
5. Slokantara, Sloka nomor 2,4,5.
6. Ramayana, sargah I, bait 5, sargahII bait 53, 54.
7. Nitisastra, sargah III bait 8, sargah XIII bait 11.
8. Lontar Yadnya Praketi.

Berapa jeniskah kita mengenal Dana Punia ?
Perincian dana punia yang dapat mendatangkan pahala yang besar adalah :

1. Desa : harta benda
2. Agama : ajaran sastra, agama, dan ilmu pengetahuan
3. Drewya : benda benda duniawi/material.

Dalam Sanghyang Kamahayanika dijelaskan bentuk dana punia yaitu:

1. Dana : harta benda
2. Atidana : anak gadis yang cantik
3. Mahatidana : jiwa raga

Siapakah yang berkewajiban melaksanakan dana punia ?

* Para pengusaha negara / pemerintah
* Para pemuka agama
* Penyelenggara yadnya
* Saudagar, usahawan
* Orang orang yang mampu
* Sewaktu waktu diwajibkan bagi semua umat
* Bagi umat yang berpenghasilan tetap
* Bagi umat yang berpenghasilan tinggi.

Siapakah yang berhak menerima Dana Punia ?

* Para Guru Rohani / Nabe
* Dangacarya /Sulinggih
* Orang miskin yang terlantar
* Orang cacat
* Orang yang terkena musibah
* Tempat suci / Parahyangan
* Lembaga lembaga sosial
* Rumah sakit
* Pasraman / Pendidikan

Bagaimana Pelaksanaan Dana Punia ?
Saat yang baik melaksanakan dana punia adalah :

* Uttarayana (purnama kedasa ) Umat Hindu diwajibkan melaksanakan dana punia secara serentak
* Sewaktu waktu tepatnya pada purnama dan tilem baik Uttarayana, swakala, daksinayana (matahari menuju utara, di katulistiwa, dan menuju selatan).
* Saat gerhana matahari dan bulan
* Dalam keadaan pancabaya.

Apakah dasarnya dana Punia ?
Dalam Sarasamuscaya sloka 261, 262, 263 dan Ramayana sarga II bait 53, 34 disebutkan bahwa harta yang didapat (hasil guna kaya) hendaknya dibagi tiga yaitu untuk kepentingan:

* Dharma 30%
* Kama 30%
* Dana harta ( Modal Usaha 40% )

Sampai kapankah Dana Punia itu dilaksanakan ?

* Selama dalam status grehaste untuk setiap umat wajib melakukan dana punia.
* Dalam rangka pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran berdana punia di kalangan anak anak maka perlu kegiatan dana punia
dilakukan sedini mungkin.
selengkapnya..

Sabtu, 21 Agustus 2010

Umat Hindu Tersinggung Gambar Dewa Ada di Sandal

Puluhan umat Hindu di Medan, Sumatra Utara, Sabtu (21/8), berunjuk rasa. Mereka tersinggung dengan ulah pengusaha yang meletakkan gambar dewa Hindu di sandal.

Sambil membentangkan poster, umat Hindu yang tergabung dalam Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah) juga membagi-bagikan selebaran yang berisi tuntutan mereka kepada para pengguna jalan di Jalan Majestik................
Menurut mereka, sandal adalah alas kaki yang diinjak orang. Itu sama saja menghina umat Hindu. Tidak hanya itu, mereka juga meminta pemerintah bersikap tegas atas kejadian ini. Para pengusaha yang melecehkan agama hendaknya diberi hukuman berat.(**)

DPP Pradah Sumut mengimbau kepada seluruh masyarakat Hindu di daerah ini untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan serta menjaga kekondusifan Sumut yang telah terpelihara sangat baik.

Ketua DPP Perhimpunan Pemuda Hindu (Pradah) Sumut, K Indra Gunawan menjelaskan itu kepada Analisa, Rabu (11/8) malam.

Dikatakan Indra, saat ini umat Hindu harus lebih mendekatkan diri dan bersabar agar tidak terpancing isu yang bisa memecah belah persatuan umat. Hal ini disampaikan sehubungan dengan telah beredarnya beberapa model sandal dengan gambar dewa-dewa umat Hindu.

Disampaikannya, umat Hindu begitu mengangungkan para dewa tersebut, namun dengan keluarnya produk tersebut sangat mengiris hati umat Hindu.

Bahkan, ungkap Indra yang biasa disapa Kuna ini, produk dengan gambar dewa tersebut ditemukan di beberapa grosir sandal di kawasan Pasar Sutomo. "Karena itu kami telah membelinya dan mengantongi beberapa bukti dan segera menyampaikan persoalan ini kepada pihak berwajib melalui Parisadah Hindu Dharma," jelas Kuna.

Lebih lanjut Kuna mengimbau kepada para distributor, pedagang dan masyarakat umum yang telah membeli atau memiliki sandal tersebut agar segera dimusnahkan.

Sebab, tegasnya, umat manapun pasti akan terluka kalau sesuatu yang diyakininya ada di kaki orang.

Juga, kata Kuna, DPP Pradah Sumut meminta kepada pihak penegak hukum untuk dapat bertindak cepat dan arif, sehingga persoalan ini tidak sampai meluas.

"Kami meminta agar produsen sandal tersebut diproses sesuai hukum yang berlaku," ucap Kuna.
http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/08/21/111618/Umat-Hindu-Tersinggung-Gambar-Dewa-Ada-di-Sandal
http://www.cyberdharma.net/v2/index.php/cybernews/580-terkait-sandal-bergambar-dewa-dpp-pradah-sumut-imbau-umat-hindu-tetap-jaga-persatuan
selengkapnya..

Jumat, 20 Agustus 2010

NAGGET JAMUR

Daripada mengkonsumsi daging2an, yuk mari kita kembali ke hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan organic. Kami memperkenalkan................................. makanan hasil olahan jamur semakin beragam. Anda pasti sudah akrab dengan yang namanya sup jamur. Selain itu, kini juga banyak orang yang mengolah dan menjual jamur dalam bentuk keripik.

Jamur memang lebih sering dijual dalam bentuk olahan. Pasalnya, jamur segar tidak tahan lama. Nah, belakangan ini, ada varian baru makanan olahan jamur, yaitu nugget jamur. Bentuknya sangat mirip dengan nugget ayam. Bahkan, rasanya pun tidak jauh berbeda.
Khasiat nugget jamur :
1. menurunkan kolesterol.
2. mencegah kanker, diabetes, dan hipertensi
3. meremajakan kulit
4. Kaya protein,vitamin dan mineral

Keunggulan nugget kami :
ENAK DAN SEHAT GA BIKIN GENDUT
HARGA NUGGET KAMI SANGAT TERJANGKAU :
1. kemasan 250 gram cuma Rp.12.000
2. kemasan 500 gram cuma Rp.22.000
nugget jamur ini masih terbilang baru. Bahkan di pulau jawa nugget jamur tengah menjad trend. Karena itu nugget jamur merupakan peluang bisnis yang bagus. Jadi jangan ragu untuk menjualnya kembali ke konsumen lain…semakin banyak konsumen, semakin banyak pendapatan anda dan semakin banyak pula masyarakat yang kembali ke pola hidup sehat….
cara membuatnya.
Bahan :

• 500 gr jamur tiram, diblender halus tanpa air
• 75 gr bawang bombay cincang halus
• 5 lembar roti tawar tanpa kulit
• 250 ml susu cair
• 2 butir telur dipisahkan kuning dan putihnya
• Tepung panir secukupnya
• Minyak untuk menggoreng
• Bumbu sesuai selera, misalnya kaldu blok atau campuran garam, merica dan bubuk pala.

Cara membuatnya:
1. Roti tawar ditaruh dalam wadah dan disiram susu cair. Aduk hingga hancur.
2. Campurkan adonan roti dengan jamur yang telah diblender. Tambahkan kuning telur, bawang bombay cincang, dan bumbu.
3. Ambil sedikit adonan, taruh dalam loyang dan ratakan sampai setebal 3 cm.
4. Kukus adonan sekitar 20 menit. Setelah itu angkat dan biarkan dingin.
5. Potong-potong adonan yang telah matang sesuai selera.
6. Celupkan potongan adonan di putih telur dan gulingkan di tepung panir secara merata. Olahan ini sudah setengah jadi dan bisa disimpan di dalam lemari pendingin.
7. Jika akan menghidangkan Anda dapat menggorengnya

PEMESANAN HUBUNGI : 081532736575/081.80634.5098
selengkapnya..

SEBUAH SEJARAH

Perkembangan dunia organisasi di sumatera selatan memang sangat kuat, mulai dari adanya organisasi payung okp yaitu KNPI sampai LSM dan Ormas pun hadir dibumi sriwijaya ini. Kiprah dari seluruh organisasi ini sudah tidak wajar kalau di pertanbyakan, sebab dalam kancah social politik mereka sangat menghiasi dunia tersebut, namun berbeda dengan organisasi hindu yang ada, selain jumlah individunya sedikit... mereka juga jarang kelihatan ( muncul) di permukaan baikj itu dalam kancah social maupun politik. Ada beberapa organisasi hindu yang ada di Sumatera selatan dewasa ini, diantaranya parisada hindu dharma Indonesia, perhimpunan pemuda hindu Indonesia, kesatuan mahasiswa hindu dharma Indonesia, iakatan kerukunan krame bali dan wanita hindu dharma Indonesia. Masing-masing organisasi ini sangat jarang terdengar baik diperbincangkan dalam tataran organisasi maupun di dunia perberitaan.
Salah satu organisasi yang saat ini masih aktif bergerak di luar lingkungan umat hindu adalah peradah sumsel. Organisasi pemuda ini mulai aktif bergerak semenjak tahun 2009 lalu. Baik pengurus maupun anggotanya sangat caketan dalam melakukan konsolidasin organisasi, tantangan memang sangat berat, namun hal tersebut di jalani dengan penuh percaya diri. Banyak agenda dilaksanakan oleh pengurus pada periode ini, seperti agenda lokasabha yang digelar pada tanggal 30n juni 2009 dan terpilik sebagai ketua adalah putu lilik supandi dengan didampingi oleh sekretaris ketut suardana. Program organisasi di kepemimpinan pengurus periode ini berjalan dengan baik program organisasi baik mengikuti pendidikan kepemimpinan DPN peradah pusat di ikuti oleh beberapa pengurus, pendidikan kepemimpinan di sumasel sendiri berhasil digelar oleh pengurus dengan menghadirkan beberapa pemuda dari kabupaten kota sesumatera selatan. Pada puncaknya peradah sumsel telah berhasil menggelar rapat kerja nasional ke VIII di sumatera selatan, tepatnya dilaksanakan di wisma diklat podomoro, jl. Talang buluh kelurahan sukamoro kecamatan talang kelapa kabupaten banyuasin sumsel. Walaupun kegiatan tersebut banyak kekurangan, namun peristiwa ini merupakan sebuah sejarah bagi perkembangan pemuda hindu di sumatera selatan. Semoga saja kedepa pemuda hindu di sumsel lebih aktif lagi dan dapat bersaing dengan organisasi-organisasi kepemudaan yang ada di sumatera selatan.,,, salam…..
selengkapnya..

YADNYA PENDIDIKAN KURANG DI MINATI

WARGA Bali yang beragama Hindu sudah hafal di luar kepala konsep Panca Yadnya, sebagai pedoman pokok dalam melaksanakan ritual keagamaan. Panca Yadnya terdiri atas Bhuta Yadnya, Manusa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya dan Dewa Yadnya. Yadnya mana yang berkaitan dengan peningkatan harkat hidup masyarakat Bali, terutama yang menyentuh sisi manusianya? Tentu saja Manusa Yadnya. Namun, konsep Manusa Yadnya selalu diartikan secara sempit, yaitu ritual keagamaan untuk menyelenggarakan upacara kepada manusia. Upacara ini tentu saja dari sisi luarnya, terbukti rangkaian upacara selalu disertai dengan sarana upacara seperti banten. Maka dikenallah urutan upacara untuk manusia sebagai berikut: magedong-gedongan (usia tujuh bulan kandungan), kepus pungsed (putusnya tali pusar sang bayi), tutug kambuhan (upacara 42 hari setelah kelahiran), telu bulanan (upacara tiga bulan anak), otonan (upacara enam bulan anak), menek bajang (menginjak remaja yang ditandai menstruasi pertama untuk wanita), matatah (upacara potong gigi), terakhir pawiwahan (perkawinan).
Mana upacara untuk memberikan kepada anak ilmu pengetahuan? Tidak ada. Hanya belakangan ini saja di kota-kota besar, terutama di luar Bali, keluarga Hindu menyelenggarakan upacara pawintenan saraswati untuk anak-anaknya ketika mulai belajar di sekolah. Namun itu tetap dalam jalur ritual keagamaan pula. Memang begitulah sebaiknya, tetapi harus ada prioritas yang dipilih, apakah ritual keagamaan atau ritual duniawi, yakni memberikan anak-anak ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam persaingan hidup di kemudian hari.

Ambil contoh upacara otonan. Apakah perlu upacara ini dilakukan secara besar-besaran sampai menyisihkan dana anak yang semestinya bisa dipakai untuk membeli susu yang merangsang pertumbuhan otak, membiayai masuk Taman Kanak-kanak, dan sebagainya. Jika keluarga itu mampu, ritual keagamaan boleh besar, membangun jiwa dan membenahi otak sang anak tetap bisa dilakukan dengan sebaik-baiknya. Tetapi kalau keluarga itu tidak mampu, penghasilan hanya cukup untuk kebutuhan perut sekeluarga sehari-hari, sudah pasti menabung untuk pendidikan anak-anak menjadi nomor dua dibandingkan ritual upacara. Bagi masyarakat Bali, tetap lebih penting membuat banten dibandingkan membeli buku untuk anak-anaknya.

Yadnya pendidikan yakni berkorban untuk mengisi ilmu pengetahuan bagi anak-anak sejak dini, kurang mendapat perhatian pada warga Bali. Kalaupun ada, nilainya tergolong kecil. Anak-anak dibiarkan berkembang tanpa program yang pasti. Anak-anak dibiarkan hidup seperti air, mengalir mengikuti arus zaman. Orang Bali sangat percaya pada karma phala, bagaimana nasib kehidupan seseorang pada saat ini ditentukan oleh karmanya pada kehidupan di masa lalu. Nasibnya sudah seperti ini, ia menebus karmanya pada kehidupannya terdahulu, mau diapakan lagi. Begitu sering terdengar alasan jika seorang anak hidupnya tidak sebagus yang diharapkan. Padahal karma bukanlah segala-galanya, lebih penting dari itu adalah bagaimana seorang anak didik sejak kecil dan bagaimana lingkungan sekitarnya mempengaruhi jalan hidupnya.

Lahir sebagai wanita juga membawa takdir tersendiri bagi orang Bali yang masih berpegang pada adat masa lalu, dan ini masih terjadi di pedesaan yang kurang maju. Kalaupun ada anggaran pendidikan bagi anak-anak, setelah disisihkan dari prioritas utama yaitu anggaran banten, anak laki-laki yang diutamakan bersekolah. Anak wanita tidak, kecuali ada dana lebih. Untuk apa menyekolahkan anak wanita tinggi-tinggi, toh nanti akan diambil orang. Itu yang dijadikan alasan.

Semua kasus ini, dari minimnya yadnya untuk pendidikan, dan adanya diskriminasi menyangkut gender, membuat sumber daya manusia (SDM) Bali jauh tertinggal dibandingkan SDM umat beragama lainnya. Celakanya adalah pemikiran bahwa tidak perlu ada yadnya khusus pendidikan bukan saja muncul pada pribadi-pribadi orang Bali di pedesaan tetapi juga mengisi relung hati para tokoh-tokoh, baik tokoh adat maupun tokoh yang duduk di pemerintahan.

Sedikit sekali para tokoh Bali yang berkecimpung di dunia pendidikan. Kalau mereka kaya, mereka lebih suka bergerak di bidang pariwisata, atau kalaupun dalam bidang pelayanan paling membuat rumah sakit. Sedikit sekali yang melakukan yadnya dalam bilang melayani manusia, seperti membangun sekolah, membuat panti asuhan dan sebagainya.

Uniknya lagi, kalaupun mereka membangun sekolah, tidak berani dengan tegas menyatakan sekolah itu bernapaskan agama Hindu. Sudah banyak ada Taman Kanak-kanak (TK) di pedesaan, tetapi tidak ada yang disebut TK Hindu. Yang terdengar TK itu memakai nama Hindu hanya di Sesetan, Denpasar Selatan dan di kompleks kampus Unhi Tembau. Begitu pula tingkat SD, SLTP dan SMU/SMK. Tak ada yang berembel-embel Hindu. Padahal TK Islam begitu banyak, sekolah yang berlabel Kristen, Katolik juga banyak. Ini membuat pemerintah tak bisa memberikan bantuan guru Hindu. Lihat saja kenyataannya, tahun lalu ada tiga puluh lebih guru Islam diangkat di Bali, guru Hindu kurang dari lima orang. Padahal, umat Hindu di Bali mayoritas. Salah siapa? Ya, salah kita sendiri yang takut mencantumkan identitas keagamaan.

Ajaran Manusa Yadnya harus dikembalikan pada konsep dasar dalam sastra Hindu, yakni yadnya untuk kemanusiaan, yang di dalamnya juga tersirat yadnya untuk pendidikan agar manusia yang dihasilkan memiliki wiweka, berguna untuk bangsa dan berbakti pada agama.

Putu Setia
Sabtu Kliwon, 29 Desember 2007
Source : balipost
selengkapnya..

Pemuda Harus Besyukur

Kemarin kulihat seorang ibu tua menarik gerobrak berisi kertas dan plastik bekas. Penampilannya yang lusuh dan lelah sungguh memilukan hatiku. Aku berpikir dalam hati, kenapa ia menikmati masa tuanya seperti itu? Tidakkah ia berusaha keras di masa muda?

Peristiwa itu membuatku berpikir. Waktu yang telah berlalu tak dapat diputar kembali. Aku ingin menabung untuk masa tuaku, dengan memanfaatkan masa mudaku dengan sebaik-baiknya.
Aku ingin menikmati masa mudaku, dengan caraku sendiri. Aku akan melakukan apapun yang kusuka. Selagi muda, aku akan bekerja keras untuk menghasilkan uang. Ya, uang. Aku bukan budak harta, tapi harta akan membantuku memenuhi keinginan-keinginanku. Dengan hartaku, aku bisa membantu keluargaku setiap bulan, menyakinkan diriku bahwa orang tuaku menikmati masa tua dengan bahagia. Dengan hartaku juga, aku bisa membantu orang lain bahagia. Aku akan menjadi kakak asuh bagi anak-anak cerdas tapi mempunyai keterbatasan ekonomi. Aku akan berpartisipasi dalam kegiatan kemanusiaan.

Melihat orang miskin selalu membuat hatiku terketuk. Aku ingin meringankan penderitaan mereka. Aku ingin membuat mereka tersenyum. Aku akan mencari tempat-tempat kumuh yang banyak anak-anak tak bersekolah. Ya, tempat kumuh. Aku akan mengajari mereka membaca, menulis dan berhitung. Aku juga akan mengajarkan mereka tentang nilai-nilai kemanusiaan, agar kelak mereka menjadi manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga mempunyai hati nurani.

Selagi aku muda, aku akan bepergian ke tempat-tempat wisata di dalam dan luar negeri. Aku akan menjadi jendela dunia bagi keluargaku, dan bercerita kepada mereka akan indahnya tempat-tempat yang aku kunjungi. Bahkan bila ada rejeki, aku akan menyertakan keluargaku dalam acara jalan-jalanku itu.

Dalam perjalananku itu, aku akan mencari teman sebanyak-banyaknya. Aku berpendapat bahwa semakin banyak teman akan membuat hari-hariku semakin ceria. Teman-temanku itu akan mengajariku aku melihat segala sesuatu dari kaca mata yang berbeda.

Selagi aku muda, aku akan berkeliling ke kuil-kuil guna menikmati pancaran kasih Tuhan. Tak hanya berdoa, aku akan melakukan bhakti-ku sebagai umat beragama. Dengan demikian hatiku akan selalu tenteram.

Tapi masih banyak hal yang bisa dilakukan dalam hidup ini. Selagi aku muda, aku akan pergi ke night club. Ya, night club. Bahkan bila perlu, aku akan datang ke lokasi prostitusi. Aku ingin melihat seperti apa tempat-tempat yg terlarang itu. Dengan melihat langsung, aku bisa membuat penilaian sendiri akan hal-hal yang baik ataupun buruk. Bagaimana kita tau kalau rumput berwarna hijau bila tak melihatnya?. Bagaimana kita tau rasa garam itu asin bila tak mencobanya?

Semua itu akan aku lakukan selagi aku muda. Karena masa muda tak akan terulang lagi. Aku ingin masa mudaku bermanfaat untuk diriku dan orang lain. Hingga kelak di saat tua nanti aku bisa tersenyum bahagia dan tak ada penyesalan dalam hati : “seandaianya waktu muda dulu aku………….”

posting diambil dari www.peradah.org
selengkapnya..

Kamis, 19 Agustus 2010

PASRAMAN MENURUT KONSEP HINDU

MENURUT konsep Hindu, proses belajar itu sepanjang hidup. Dari masa brahmacari, grhasta, vanaprastha sampai sanyasin asrama.
Menurut konsep kitab Agastia Parwa, dasar membangun pendidikan sepanjang masa ada dua yaitu menjadikan belajar sebagai tradisi atau kebiasaan hidup sehari-hari dan paham akan penggunaan aksara. Ilmu yang harus dicari itu adalah tentang dunia nyata atau sekala (Apara Vidya) dan ilmu tentang keberadaan dan kemahakuasaan Tuhan (Para Vidya) Mencari ilmu itu untuk bekal hidup agar bisa menata hidup sepanjang masa. Menimba ilmu bukan sekadar mengajarkan peserta didik mencari nafkah semata. Sebab, kebijakan struktural yang lebih menekankan pada pembangunan kesejahteraan material maka pendidikan pun ikut mengarah pada hal-hal lebih banyak pada yang materialistis.
Dalam konteks kekinian, masa brahmacari asrhama itu diimplementasikan ke dalam aktivitas pendidikan formal dari jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Namun, pendidikan formal itu saja belum cukup lantaran “kemasannya” cenderung dititikberatkan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Sementara pendidikan yang ditujukan untuk pembangunan mental dan spiritual — kendati tetap diberikan porsi — dinilai belum memadai. “Kalau kita ingin mencetak insan Hindu yang berkualitas dalam arti yang sesungguhnya, segi penguasaan iptek dan spiritualitas itu harus diseimbangkan. Sebab, manusia pintar tanpa memiliki mental dan spiritualitas yang baik juga akan sia-sia dan tidak mampu membawa Bali ke kondisi yang lebih baik,”
Meningkatkan Ilmu Pengetahuan (Srada) Hindu melalui Pesraman
WACANA peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Hindu saat ini sedang menjadi perbincangan hangat. Sejumlah konsep pun ditawarkan. Khususnya dari mereka yang peduli serta mau berjuang aktif untuk kejayaan SDM Hindu di masa datang. Lantas, dari mana ayunan langkah harus dimulai untuk mewujudkan kepentingan itu?
komitmen peningkatan kualitas SDM Hindu harus dimulai sejak manusia Bali (Hindu-red) itu menginjak usia sekolah dasar. Ada baiknya seluruh SD di Bali yang mayoritas siswanya beragama Hindu mengembangkan konsep pesraman yang memberikan pendidikan agama Hindu dan budaya Bali secara lebih intensif.
Agar program itu tidak “bentrok” dengan pelaksanaan pendidikan formal, akan jauh lebih baik jika pesraman itu digelar hari Minggu atau pada hari-hari libur lainnya. Misalnya, pada liburan kenaikan kelas. “Sejumlah sekolah sudah melaksanakan program pesraman ini secara kontinu. Namun, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari.
Pihak desa adat di sekitar lokasi sekolah itu harus memberikan dukungan nyata, agar program itu bisa jalan. Bentuk dukungan itu tidak hanya diwujudkan dalam bentuk materi atau dukungan dana semata. Namun, yang lebih penting adalah ikut menciptakan atmosfir yang kondusif bagi terlaksananya program itu.
“Dukungan yang paling sederhana, orangtua siswa rela menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membiayai anak-anaknya mengikuti program pesraman itu. Satu yang harus diingat, pengelola pesraman jangan sampai menggelincirkan program itu sebagai ajang profit oriented atau mengeruk keuntungan materi. Konsepnya, harus murni untuk yadnya.
Pesraman Tingkat Anak-Anak
Urgensi pesraman itu, harus difokuskan sebagai media pencerahan di bidang agama Hindu maupun pengenalan budaya Bali secara luas. Mengingat peserta didiknya adalah kelompok usia anak-anak, maka penyampaian materi-materi pelajaran harus “dikemas” dengan bahasa anak-anak sehingga mudah dipahami. “Tidak usah mereka dipaksa-paksa menghapal mantra-mantra yang njelimet. Untuk usia anak-anak seperti itu, cukuplah mereka hapal mantra Puja Trisandya dulu atau mantra-mantra sederhana lainnya. Namun, intisari dari mantra itu harus dijelaskan secara benar. Mereka juga perlu diberikan pemahaman tentang intisari dari kitab-kitab suci Hindu, sehingga bisa mereka jadikan pegangan dalam berpikir, berkata serta berbuat yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pesraman itu, peserta didik juga perlu dibekali dengan keterampilan-keterampilan yang berkaitan langsung dengan persiapan-persiapan upacara keagamaan. Misalnya, keterampilan membuat canang sari, ngulat tipat dan klakat serta kelengkapan upacara sederhana lainnya. Di bidang seni, mereka juga bisa diajari masanti, makidung, magambel serta menari. “Satu hal yang tidak boleh dilupakan, usia anak-anak itu merupakan masa bermain. Supaya mereka tidak jenuh selama mengikuti program pesraman, materi-materi pelajaran utama bisa diselingi dengan pengenalan permainan-permainan tradisional seperti magala-gala, meong-meongan dan sebagainya. Jadi, pengenalan permainan tradisional itu memiliki fungsi ganda. Di samping mengusir kejenuhan, juga untuk melestarikan permainan-permainan tradisional yang saat ini nyaris ditinggalkan karena perannya sudah digantikan oleh aneka permainan supramodern.
Pesraman Tingkat Remaja
Lantas, bagaimana konsep pesraman untuk manusia Hindu yang berusia pra-remaja/remaja atau bagi mereka yang sudah mengenyam pendidikan SLTP dan SMU? materi pelajaran tetap harus dititikberatkan pada bidang agama dan pengenalan budaya Bali. Namun, materinya jelas harus diperluas. Dia mencontohkan, kalau di pesraman anak-anak mereka hanya diajari ngulat tipat dan klakat, maka di pesraman lanjutan itu mereka sudah diajari membuat aci-aci upacara yang lebih kompleks seperti membuat aneka macam caru serta bebantenan yang lebih rumit. “Jelas harus ada perkembangan dari materi-materi yang diajarkan di pesraman untuk anak-anak SD. Jadi, tidak stagnan,” .

Manusia Bali tidak boleh gagap teknologi. Di samping mendapat pelajaran agama, mereka yang belajar di pesraman lanjutan juga perlu mendapat keterampilan lain yang bersentuhan dengan teknologi modern seperti komputer dan pengetahuan lainnya. Bekal ini, bertujuan untuk mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja. Dengan begitu, mereka tidak akan jadi pecundang dalam persaingan di tingkat global. “Karena dasar agama mereka sudah kuat, mereka tidak akan memanfaatkan kemajuan teknologi itu untuk kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Pesraman di Luar Negeri
Program peningkatan sumber daya manusia Hindu yang mulai gencar di langsungkan di Bali atau di tanah air dengan menerapkan sekolah minggu, mungkin tidaklah mudah di laksanakan di Luar Negeri. Adapun alasannya adalah selain karena jarak dari setiap keluarga orang Bali di rantau cukup jauh, juga karena kesempatan serta waktu yang dimiliki dari setiap keluarga untuk bertemu dengan sesama orang bali tidaklah banyak.
Kesempatan untuk berjumpa diantara keluarga hindu, seperti di Jerman, biasanya terjadi di saat acara kesenian tertentu atau di acara perayaan hari raya keagamaan seperti perayaan Kuningan. Ketika perayaan kuningan di Berlin yang berlangsung di bulan maret kemaren, dimana para ibu-ibu bali ataupun bapak-bapak bali, terlihat begitu riangnya bertemu handai tolan sesama dari bali atau dari satu kabupaten. ada yang mendiskusikan tentang lezatnya hidangan masakan bali ataupun harumnya kopi bali yang di hidangkan panitia, juga ada yang ngerumpi mojok kangen-kangenan serta tertawa ria dengan lelucon chiri khas bahasa bali. Melihat pemandangan seperti itu sungguh senang rasanya akan hasil kerja panitia yang telah berhasil mempersatukan umat sedharma di rantau di luar negeri.

Disamping keceriaan yang terlihat diatas, juga tampak beberapa orang yang duduk menyendiri. seperti beberapa pasangan hidup dari para ibu-ibu bali atau bapak-bapak bali. Sekilas terlihat, mereka yang memang asli Jerman sebenarnya ingin berbaur dengan krama bali lainnya, dan bahasa Indonesiapun sebenarnya sudah pula mereka pelajari di rumahnya, namun karena kendala bahasa bali yang dipakai dalam percakapan saat itu serta bahasa sansekerta yang banyak di lafalkan dalam setiap mantram , yang membuat mereka tidak bisa menyatu. Oleh karena itu, untuk mengurangi “Gap” perbedaan kesenjangan keceriaan antara Nyama Braya Bali dengan penduduk asli jerman yang menikah dengan orang Bali, mungkin di Perayaan Kuningan selanjutnya ada baiknya untuk dibuatkan “Pesraman” (kursus singkat).
Model Pesraman yang mirip kursus singkat yang di selenggarakan di sela-sela acara Kuningan, dimana mereka di bagi kedalam 2 kelompok yaitu anak-anak dan dewasa, dengan materi berbahasa jerman atau bahasa Inggris yang menjelaskan kepada mereka tentang makna dari hari raya Kuningan itu, makna canang sari, atau makna dari tari-tarian bali yang di pentaskan, makna dari kidung wargasari, dll. sehingga di akhir acara perayaan Kuningan, tidak saja para ibu-ibu bali ataupun bapk-bapak bali yang berbahagia karena bisa melaksanakan persembahyangan bersama manca puspa serta bahagia bertemu kangen dengan Nyama Braya Bali, tapi juga para pasangan hidupnyapun bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dan informasi tentang Kebudayaan Bali dan Ajaran-ajaran Agama Hindu.
I Made Agus Wardana, seorang seniman Bali yang saat ini berdomisili di Belgia dan Staff dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Belgia, sudah memberikan contoh kepada kita semua tentang pengenalan kebudayaan Bali kepada masyarakat Belgia, melalui program “interaktif Gamelan and Dance” , yang patut kita tiru dalam setiap perayaan Kuningan yang di selenggarakan di Jerman. Nyama Braya Bali di Jerman dalam setiap merayakan upacara keagamaan tidak hanya terbatas melakukan Manca Puspa dengan mantram Bali, tapi Pandita yang memimpin jalannya upacara juga bisa menjelaskan kepada warga Jerman (khususnya yang memiliki pasangan hidup orang hindu), tentang makna dari Trisandya itu, Canang Sari, dll. Pun demikian setelah pementasan kesenian tari-tarian Bali ada penjelasan tentang maksud serta makna dari Tarian tersebut dalam konteks perayaan upacara keagamaan yang sedang berlangsung:
http://www.youtube.com/watch?v=LU539419JYs&feature=related

Semoga Srada Kehinduan dan kebudayaan bali kita semua walaupun jauh dari kampung tanah kelahiran kita, namun dengan konsep “Pesaraman” berbagi Ilmu Pengetahuan Keagamaan Hindu serta Kebudayaan Bali, di setiap waktu dan kesempatan yang kita miliki, menirukan apa yang dilakukan oleh Made Agus Wardana di Belgia, kita bisa ikut serta membantu mengajegkan Bali dan mengajegkan Hindu .
Akhir kata, semoga pikiran yang baik datang dari segala arah.

selengkapnya..

DANA PUNIA

DALAM kitab suci Slokantara dinyatakan bahwa diwaktu bulan Purnama dan bulan Mati para dermawan memberi sedekah balasanya akan diterima satu lawan sepuluh. Jika diwaktu gerhana bulan dan gerhana matahari para dermawan memberi dana maka akan dibalas seratus kali oleh Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Kuasa. Meskipun pemberian tersebut sedikit asalkan dapat mengurangi kehausan akan barang tersebut, besar faedahnya Meskipun banyak dan dapat menghilangkan kehausan akan barang tersebut, akan tetapi jika diperoleh dengan jalan yang tidak benar, maka tidak ada gunanya pemberian itu. Jadi bukanlah jumlah yang banyak / sedikit pemberian itu yang menghasilkan banyak sedikitnya pahala, tetapi tujuan utama pemberian ituyang penting serta diperoleh atas dasar dharma.
Murah hati, suka menolong, dermawan, disabdakan oleh Hyang Widhi untuk dijadikan pedoman / panutan oleh umat manusia. Orang yang dermawan memperoleh kemuliaan. Bermacam-macam benda atau pengetahuan dapat didermakan, mulai dari yang paling murah misalnya memberikan minum air putih bagi yang kehausan, memberikan makanan kepada yang kelaparan, memberikan pendidikan kepada mereka yang memerlukan pengetahuan, adalah langka-langkah nyata untuk melatih diri mempratekan kedermawanan. Kemurahan hati adalah wujud dari dharma, yakni berupa pemberian / dana.
Svami Vivekananda menyatakan ada tiga (3) hal yang patut didermakan yaitu:
1). Dharmadana ( memberikan budi pekerti yang luhur untuk merealisasikan ajaran agama ).
2). Vidyadana ( memberikan pengetahuan )
3). Arthadana ( memberikan materi yang dibutuhkan walaupu sedikit asalkan didasari hati yang tulus iklas dan diperoleh atas dasar dharma ).
Dari ketiga macam dana punya yang menduduki kedudukan paling penting / paling tinggi adalah Dharmadana yang menengah Vidyadana terakhir Arthadana.
Dalam kitab suci Atarwaweda II. 24.5. dinyatakan sebagai berikut :
sata hasta sama hara, saha srahasta sam kira,
artinya ;wahai umat manusia , peroleh kekayaan dengan seratus tangan dan didermakanlah itu dalam kemurahan hati dengan seribu tanganmu .
Adapun yang harus diberi dana punya ialah orang yang berkelakuan baik, orang miskin, para lanjut usia yang sudah tidak mampu lagi mencari makan, orang yang betul-betul memerlukan bantuan. Pemberian dana punya jangan karena terpaksa , apalagi diikuti dengan rasa marah dengan mengucapkan kata-kata kasar , ibarat setumpuk ilalang kering yang menggunung, dijatuhi api sebesar kunang-kunang, api tersebut akan membakar angus tumpukan ilalang yang menggunung itu kemudian menjadi abu. Maka pemberian tersebut merupakan sedekah yang hina dan amat rendah pulalah pahalanya. Juga pemberian dana punya kepada orang kaya maka akan sia-sia ibarat menabur garam ke tengah samudra.
Adanya dana punya disini didasari oleh kemurahan hati, rasa sosial yang tinggi dalam ajaran agama Hindu disebut dengan” TAT TWAM ASI” yang artinya aku adalah kamu, kamu adalah aku, kita semua adalah sama. Janganlah fanatik terhadap orang lain, dunia ini bukan untuk kita sendiri.
Orang cepat marah kalau keinginannya tidak dituruti. Orang mudah iri kalau orang lain ada yang melebihi dirinya. Kalau kita cermati, sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk menjadi irihati terhadap orang lain yang memiliki kelebihan dari diri kita, seperti kelebihan karena kekayaannya, ketampanan/kecantik annya, kebangsawanannya, keberuntungannya, kebahagiaannya dan kemasyuran namanya, karena kita sudah ditakdirkan dengan jatah kita masing-masing, karena itu janganlah mencoba untuk mengambil jatah orang lain lagi. Dan lebih berbahaya lagi apabila sifat-sifat irihati berkembang dalam jiwa seseorang pemimpin atau negarawan. Niscaya kebijaksanaan yang diputuskan akan ternoda oleh ketidak adilan yang berujung pada tindak kekerasan, kekejaman, penistaan dan akhirnya pembunuhan. Seperti itu pula apabila kaum agamawan dilekati hatinya oleh penyakit irihati, niscaya ajaran-ajaran agama yang suci akan ternoda karena “dibelokkan” oleh keinginan yang dipengaruhi hantu irihati. Tat Twam Asi disini adalah kesosialan yang tanpa batas. Disamping itu juga merupakan jiwa kesosialan Filsafat Hidup, dasar pedoman dari ajaran Tata Susila Hindu.
Oleh : I Made Murdiasa, S.Ag
http://www.pontiana kpost.com/ berita/index. asp?Berita= Hindu&id=120966
Pendahuluan.
Ajaran dana punia dijumpai dalam berbagai pustaka suci terutama bagian Smertinya, bahkan dalam Upanishad (Chandogya Upanishad) telah tercantum, pengamalan ajaran tersebut, secara traditional telah dilaksanakan oleh umatnya melalui kegiatan ritual keagamaan, praktek, dana punia selalu dikaitkan
Tujuan Pembangunan Nasional Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang sejahtera lahir batin, yang searah dengan: tujuan agama Hindu yaitu Jagathita dan moksa. Bahwa sebagai akibat dari derasnya pembangunan nasional didasarkan tumbuhnya kemampuan umat yang lebih tinggi dan di lain pihak timbullah berbagai masalah yang perlu mendapat perhatian kita melalui dana punia itu.
Memotivasi umat Hindu untuk berdana punia terutama bagi yang mampu, kemudian secara berkoordinasi diarahkan untuk membantu mereka yang tidak mampu, adalah suatu hal yang sangat mulia untuk mewujudkan kesejahteraan sosial itu. Pengamalan ajaran dana punia yang secara tradisional dilaksanakan lewat ritual keagamaan dari kelembagaan adat, perlu diangkat ke permukaan, kemudian diarahkan kepada sasaran yang lebih luas.
Pokok Permasalahan.
1. Bahwa sesungguhnya umat telah melaksanakan kegiatan dana punia akan tetapi masih bersifat tradisional dan lokal, seperti upacara mepedanan, sarin canang, sarin tahun dan lain- lainnya.
2. Pengertian umat masih terbatas kepada hal- hal yang ada kaitannya dengan kegiatan keagamaan saja, pada hal masalah- masalah kemanusiaan juga merupakan tanggung jawab umat beragama.
3. Dengan adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, sehingga terjadi pergaulan dan bermacam- macam umat maka terjadilah pergeseran nilai sosial sehingga perlu adanya metode yang canggih dalam menghadapi situasi perkembangan sosial.
4. Sampai saat ini umat Hindu belum memiliki satu sistem/ badan yang bersifat nasional dalam penggalian dan pengelolaan dana sesuai dengan kebutuhan pembinaan umat.
Hasil- Hasil Pembahasan.
1. Pengertian dana punia.
Dana punia terdiri dan dua kata, yaitu dana yang artinya pemberian, punia, berarti selamat, baik, bahagia, indah dan suci. Jadi dana punia adalah pemberian yang baik dan suci.
2.
1. Landasan Filosofis : Tat Twam Asi.
2. Landasan sastra:
1. Weda Smrti (lontar).
2. Manawa dharma sastra Bab IV, sloka 33, 226.
3. Sarasamuçcaya sloka Nomor 175, 176, 192, 198, 217,
178, 207, 210, 211, 182, 183, 184, 222, 181, 202,
205, 206, 216, 187, 188, 191, 193,194, 212, 213,
223,261,262,263.
4. Sanghyang Kamahayanika, sloka 56, 57, 58.
5. Slokantara, sloka nomor 2, 4, 5.
6. Ramayana, sargah l, bait 5, sargah II bait 53, 54.
7. Niti sastra, sargah III bait 8, sargah XIII bait II.
8. Lontar Yadnya Prakerti.
3. Jenis Dana Punia.
Perincian dana punia yang dapat mendatangkan phala yang besar adalah:
1. Desa; yaitu tanah.
2. Agama; yaitu ajaran sastra, agama, dan ilmu pengetahuan.
3. Drewya : benda- benda duniawi/material.
Dalam Sanghyang Kamahayanika dijelaskan bentuk dana
punia yaitu:
a. Dana : harta benda.
b. Atidana: Pemikiran/Ide yang baik & luhur.
c. Mahatidana : jiwa raga.
4. Siapa saja berkewajiban melaksanakan dana punia
Sesuai dengan sastra agama yang berkewajiban melaksanakan dana punia adalah:
1. Para penguasa negara/pemerintah.
2. Para pemuka agama, pemuka- masyarakat.
3. Penyelenggaraan yadnya (sang yajamana).
4. Saudagar, banija, usahawan.
5. Orang-orang yang mampu (ekomoni).
6. Orang-orang cerdas dan cendikiawan
7. Sewaktu- waktu diwajibkan bagi setiap umat
8. Pegawai/Pekerja yang berpenghasilan tetap.
9. Pegawai/Pekerja yang berpenghasilan tinggi.
5. Yang berhak menerima dana punia:
1. Para guru rohani/nabe.
2. Dangacarya (sulinggih/pemangku).
3. Orang-orang miskin yang terlantar.
4. Orang-orang cacat.
5. Orang-orang yang terkena musibah.
6. Tempat suci/parahyangan.
7. Lembaga- lembaga sosial.
8. Rumah sakit.
9. Pasraman/pendidikan Agama.
6. Pelaksanaan dana punia:
Saat yang baik melaksanakan dana punia adalah
1. Uttarayana (Purnama Kadasa) Umat Hindu (diwajibkan melaksanakan dana punia secara serentak.
2. Sewaktu- waktu tepatnya pada waktu Purnama dan Tilem baik Uttarayana, swakala, daksinayana (matahari menuju utara, di katulistiwa, dan menuju selatan).
3. Saat gerhana matahari dan gerhana bulan.
4. Dalam keadaan pancabaya.
7. Dasarnya dana punia.
Dalam Sarasamuçcaya sloka- ,261, 262, 263, demikian pula dalam Ramayana sargah II bait 53, 34 disebutkan bahwa harta yang didapat (hasil guna kaya) hendaknya dibagi tiga yaitu untuk kepentingan:
1. Dharma 30%
2. Kama 30 %
3. Dana harta (modal usaha) 40%.
Dalam kegiatan dana punia kepada setiap umat agar menyisihkan hartanya setengah kilogram beras yang merupakan bagian dari kegiatan dharma.
8. Lamanya pelaksanaan dana punia:
1. Selama dalam status grehasta untuk setiap umat wajib melakukan dana punia.
2. Dalam rangka pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran berdana punia di kalangan anak- anak maka perlu kegiatan dana punia dilakukan sedini mungkin.
9. Pengelolaan dana punia.
Untuk mencapai hasil guna yang sebesar- besarnya dipandang perlu untuk membentuk suatu badan khusus yang merencanakan dan mengelola kegiatan dana punia.
Kesimpulan.
Dari pokok hasil bahasan di atas dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut.
1. Dana punia merupakan kewajiban bagi umat Hindu yang harus dilaksanakan.
2. Bahwa ajaran dana punia mempunyai landasan Filosofis dan landasan sastra agama.
3. Jenis dana punia dapat berwujud, ilmu agama, ilmu pengetahuan, jiwa raga, maupun harta benda.
4. Pelaksanaan dana punia hendaknya dilakukan sedini mungkin.
http://yayasandharmasastra.wordpress.com/2008/02/01/sekilas-tentang-pengertian-dana-punia/

selengkapnya..

semangat untuk memberi

Bila tak seorang pun berbelas kasih pada kesulitan anda.
Atau, tak ada yang mau merayakan keberhasilan anda.
Atau tak seorang pun bersedia mendengarkan, memandang,
memperhatikan apa pun pada diri anda. Jangan masukkan
ke dalam hati.
Manusia selalu disibukkan oleh urusannya sendiri.
Manusia kebanyakan mendahulukan kepentingannya sendiri.
Anda tak perlu memasukkan itu ke dalam hati.
Karena hanya akan menyesakkan dan membebani langkah anda.

Ringankan hidup anda dengan memberi pada orang lain.
Semakin banyak anda memberi semakin mudah anda memikul
hidup ini. Berdirilah di depan jendela, pandanglah keluar.
Tanyakan pada diri sendiri, apa yang bisa anda berikan
pada dunia ini. Pasti ada alasan kuat mengapa anda hadir di sini.
Bukan untuk merengek atau meminta dunia menyanjung anda.

Keberadaan anda bukan untuk kesia-siaan. Bahkan seekor
cacing pun dihidupkan untuk menggemburkan tanah.
Dan, sebongkah batu dipadatkan untuk menahan gunung.
Alangkah hebatnya anda dengan segala kekuatan yang
tak dimiliki siapapun untuk mengubah dunia.
Itu hanya terwujud bila anda mau memberikannya.

Selamat memberi.....

Dengan semangat itulah (memberi) situs ini ada, yang didedikasikan untuk kita belajar memberi, berbagi dan ngayah (melayani). Dan karena begitu sulitnya membagi bahkan memberi harta yang dimiliki, bimbingan dan tuntunan untuk memberi senantiasa kami nanti, meskipun hanya berbagi selebar Lembar CyberDharma Indonesia, bahkan memberi sebaris kalimat yang tak berharga.


di ambil dari www.cyberdharma.net
selengkapnya..

Selasa, 17 Agustus 2010

Sekilas Tentang Pemuda Hindu

Pertama-tama ijinkan kami memanjatkan puji syukur kehadirat Hyang Widhi Wasa, bahwa atas asung kerta wara nugraha-Nya, kita selalu dalam suasana damai. Mudah-mudahan kami menjumpai Bapak / Ibu / Saudara dalam keadaan sehat dan sejahtra.

Ada baiknya pada kesempatan ini, kita menengok kembali riwayat perjalanan Pemuda Hindu selama 15 tahun terakhir. Sehinga dapat kita petik hikmah yang begitu penting. Sebagai bahan koreksi upaya-upaya kita mengembangkan pemikiran, kegiatan serta sikap fungsionaris dalam kehidupan berorganisasi saat ini, khususnya dalam rangka menyongsong era baru reformasi dalam pergaulan dunia yang makin mengglobal.

Pada tahun 80-an, tumbuh kesadaran baru di kalangan kaum muda Hindu, untuk membangun kesadaran akan organisasi, di tengah-tengah masyarakat bangsa yang dinamis. Kesadaran baru tersebut tumbuh, mengingat perjuangan Umat Hindu sebelum tahun 80-an, masih bersifat lokal dan tidak sedikit yang mengatasnamakan keturunan atau wangsa semata. Kalaupun ada beberapa organisasi modern, tetapi tidak jarang yang terseret dan dibentuk atas dasar kepentingan sesaat kaum opurtunis dan vested interest untuk melancarkan dan melanggengkan status quo semata.

Dengan kesadaran akan sejarah, beberapa eksponen dan kelompok generasi muda Hindu dari berbagai daerah sepakat menyatukan visi dan misi perjuangan dan berkumpul untuk bermusyawarah di Kaliurang Yogyakarta pada tanggal 10-11 Maret 1984 untuk membentuk wadah kepemudaan Hindu tingkat nasional. Sebelum itu dengan maksud yang sama terselenggara pertemuan antara generasi muda Hindu dari Jakarta, Bandung, dan Bogor di Tanjung Priuk. Dengan pragmatis hasil pertemuan tersebut di bawa ke Yogyakarta.

Untuk mewujudkan sebuah organisasi independen berwawasan nusantara yang bebas dari kepentingan sesaat kaum opurtunis dan vested interest, ternyata organisasi yang terbentuk di Kaliurang dimanipulasi untuk kepentingan status quo. Sehinga kembali terjebak oleh pola organisasi keumatan sebelum tahun 1980-an serta mengkhianati cita-cita idealisme kaum muda.

Dengan prakarsa KPSHD Jakata dan GEMUH Bandung ditambah dukungan dari berbagai daerah di Indonesia, maka pada tanggal 18 Mei 1985 di deklarasikanlah PEMUDA HINDU INDONESIA bertempat di Pura Adhitya Jaya Rawamangun – Jakarta, sebagai kelanjutan pertemuan Kaliurang – Jogyakarta.

Pemuda Hindu Indonesia dimaksudkan sebagai wadah perjuangan dan sekaligus sebagai wujud representasi cita – cita kaum muda yang idealis. Perjuangan Pemuda Hindu dititikberatkan pada pembinaan kualitas umat dan sosial, serta tidak berafiliasi kepada salah satu golongan maupun partai politik yang ada. Pemuda Hindu Indonesia bersifat independen, terhadap partai politk, meskipun tidak melarang anggota – anggotanya berpolitik, asalkan tidak membawa nama Pemuda Hindu untuk kepentingan sesaat.

Situasi politik yang represif dan totaliter pada saat itu telah menindas gerak perjuangan Pemuda Hindu. Refresi (Penindasan) terhadap Pemuda Hindu dilakukan secara politik dan birokratik, bahkan tidak jarang dilakukan secara kasar dengan intimidasi terhadap para aktivis Pemuda Hindu di berbagai daerah.

Mendapat perlakuan yang tidak adil tersebut telah membuat para kader Pemuda Hindu semakin matang di dalam menghadapi realitas kemasyarakatan, meskipun harus diakui pula ada diantara kita yang belum lulus uji dan bermental rapuh, tidak tahan banting.

Tidak berhasil menekan Pemuda Hindu secara birokratik dan politik, maka dihembuskanlah politik belah bambu, dengan iming – iming akan diakui apabila Pemuda Hindu bersedia menyingkirkan tokoh – tokoh kritisnya dan mengganti namanya.

Dengan maksud bijak terhadap tuntutan berbagai kalangan, maka beberapa eksponen Pemuda Hindu mempunyai gagasan untuk mengganti warna organisasi dengan mendeklarasikan Ikatan Pemuda Hindu Indonesia dengan maksud menyiasati keadaan sekaligus memuaskan beberapa anggota.

Ternyata perjuangan membutuhkan sikap ngotot dan keteguhan hati serta pantang menyerah. Ini terbukti dari sikap lunak yang ditunjukkan Pemuda Hindu belum memuaskan pihak eksternal untuk terus mengganggu keberadaan Pemuda Hindu. Intrik dan politik belah bambu terus dilakukan tak kenal henti dan tanpa disadari telah menyusup ke jantung kekuatan Pemuda Hindu, sehingga Pemuda Hindu mulai goyah dan saling curiga dan akhirnya pingsan untuk beberapa lamanya.

Apa yang dikhawatirkan benar – benar terjadi. Beberapa eksponen Pemuda Hindu ternyata belum berpengalaman dalam menghadapi permainan elit politik, sehingga mudah goyah dan terpengaruh oleh hasutan yang memang dimaksudkan guna menyingkirkan Pemuda Hindu dari percaturan masyarakat.

Menghadapi situasi serba sulit seperti itu, beberapa kader mengantisipasi dengan mempersiapkan yayasan – yayasan dan LSM – LSM. Lewat yayasan-yayasan dan LSM–LSM yang dibentuk konsolidasi terus digalang sambil menyusun kembali kekuatan baru untuk membangun kembali perjuangan Pemuda Hindu ke depan.

Seiring gelombang reformasi, serta runtuhnya rezim totaliterisme yang refresif, maka tiada lagi halangan dan hambatan bagi Pemuda Hindu untuk bangkit kembali mengaktualisasikan dirinya di tengah – tengah masyarakat.

Era baru dengan kesadaran reformatif, akan tetap responsif terhadap problem umat, merupakan cita – cita yang terus dikembangkan lewat organisasi Pemuda Hindu. Oleh karena itu wadah tersebut perlu dibangunkan segera.

Organisasi Pemuda Hindu yang dibangunkan, akan tetap mempertahankan ciri kritisnya dan responsif terhadap masalah – masalah keumatan serta berkomitmen terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Organisasi tersebut tidak akan menjadi underbow salah satu partai politik dan tetap bersikap independen terhadap partai politik serta kritis terhadap kebijakan yang mnenyentuh kepentingan umat Hindu.

Maka berbekal pengalaman pahit sebagaimana terurai di atas, mudah – mudahan semakin mematangkan kita di dalam menggeluti masalah – masalah kemasyarakatan, karena niat baik belum tentu dapat diterima oleh semua orang.
Sumber : http://www.adityatemple.com
selengkapnya..

MEMBENTUK KARAKTER, MEMBANGUN SEMANGAT, MENJALIN HUBUNGAN

Palembang (20/02). Bertempat di Pura Agung Sriwijaya, pada pukul 10.00 Pendidikan Kepemimpinan Daerah (Pakemda) Provinsi Sumatera Selatan secara resmi dibuka. Pembukaan dilakukan oleh Ketua Umum DPN Peradah Komang Adi Setiawan. Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Parisada Provinsi Sumsel yang diwakili sekretaris IDB Puja Arimbawa dan Bimas Hindu Sumsel Ngurah Sumarjana Pakemda diikuti oleh 52 peserta dari 8 kabupaten kota di Sumatera Selatan. Pakemda kali ini mengambil tema "Membentuk Karakter, Membangun Semangat, Menjalin Hubungan"

Karakter yang ingin dibangun generasi muda Peradah adalah mandiri, kreatif, komunikatif dan memiliki integritas. Putu Lilik selaku Ketua DPP Sumatera Selatan dalam sambutannya mengutarakan bahwa semangat generasi muda di Sumsel sangat tinggi untuk mengikuti acara Pakemda kali ini. Kendala kendala yang dihadapi dari peserta yang harus mengarungi sungai Musi yang sedang pasang tidak menjadi halangan untuk hadir ke Pura Agung Sriwijaya.

Ketut Susila Dharma, General Manager Sales and CS Regional Sumbagsel memberikan materi tentang kepemimpinan di dunia usaha yang cukup impresif. Disusul oleh paparan dari Made Suarsana, S.PD dengan tema OKP Bernafaskan Hindu sebagai perwujudan Dharma Agama dan Dharma Negara. Kedua pemateri ini adalah alumni Peradah yang saat ini bertugas di Palembang. "Saya langsung merasa muda ketika berada di tengah anggota Peradah" ujar Suarsana dengan penuh canda gurau (kas).
selengkapnya..

pendidikan kepemimpinan peradah sumsel

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor utama dalam pekembangan suatu organisasi. DPP Sumatera Selatan sebagai salah satu organisasi kepemudaan Hindu di kota Palembang menyelenggarakan kegiatan pengembangan kepemimpinan (pakem) untuk para anggotanya agar dapat meningkatkan kemampuan dan menggali potensi leadership serta meningkatkan rasa kebersamaan dalam berorganisasi yang dikemas dalam bentuk kegiatan seminar, diskusi dan outbound.
Kegiatan yang yang dilaksanakan pada 20-21 Februari 2010 dan diikuti oleh 52 peserta yang berasal dari 8 kabupaten dan kota di Sumatera Selatan ini pada hari pertama membahas mengenai konsep kepemimpinan dalam Hindu, Peradah dan Kebangsaan, kepemimpinan dalam bisnis, dan kepemimpinan dalam OKP Hindu. Sedangkan pada hari kedua membahas mengenai konsep kepemimpinan melalui praktek langsung yang dikemas melalui bentuk outbound. Acara tersebut dihadiri pula oleh Ketua Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah) Komang Adi Setiawan dan Wayan Sudane Ketua Departemen Organisasi dan Kaderisasi Peradah Indonesia.
“Diharapkan dengan adanya kegiatan Pakem ini merupakan langkah awal untuk kaderisasi di Sumatera Selatan, mengingat hal ini merupakan salah stau faktor utama yang sangat strategis yang dapat dilaksanakan Peradah Sumatera Selatan untuk melakukan pendekatan dengan kader-kader pemuda potensial di Sumatera Selatan” jelas Komang Adi Ketuan Umum Peradah Indonesia.
selengkapnya..

Kemandirian Pemuda Menjadi Tema Rakernas Peradah di Palembang

Di tahun ini Peradah Indonesia akan menyelenggarakan Rakernas VIII di Palembang, Sumatera Selatan. Tema yang diangkat dalam Rakernas tahun ini adalah Sinergi untuk Negeri; Gerakan Nasional Membangun Kemandirian Pemuda. Mengapa kemandirian? Karena Peradah Indonesia sebagai organisasi kepemudaan memandang pentingnya membangun kemandirian suatu bangsa, terlebih lagi ditengah pergaulan dunia di era globalosasi seperti saat ini . Sebuah bangsa yang mandiri tidak akan mudah didikte, dipengaruhi bahkan dilecehkan oleh bangsa lain. Aspek kemandirian dapat dikatakan sebagai sebuah realisasi diri. Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang dapat membangun masyarakatnya secara adil, sejahtera dan bermartabat di mata bangsa lainnya. “Untuk mencapai bangsa yang mandiri Peradah Indonesia memiliki keyakinan bahwa hal tersebut harus diawali oleh para pemuda yang mandiri,” jelas Wayan Sudane, Ketua Penyelenggara Rakernas VIII.

Bagi Indonesia sendiri yang sudah 65 tahun terbebas dari belenggu penjajahan seharusnya sudah mampu menjadi bangsa yang lebih mandiri dan tidak bergantung pada belas kasihan negara-negara lain.
Memandang hal itu, maka kemandirian dalam suatu bangsa dapat dikatakan sebagai suatu keniscayaan. Terlebih apabila bangsa itu memiliki begitu banyak potensi yang dapat di kembangkan secara maksimal demi menunjang kemandirian tersebut. Karena itu dalam Rakernas tahun ini Peradah Indonesia akan mengedepankan tema kemandirian dengan tokoh-tokoh muda sebagai central pergerakannya. (iin)
selengkapnya..

Jumat, 13 Agustus 2010

Rakernas VIII Peradah di Palembang

Organisasi kepemudaan diyakini mampu membangun kemandirian pemuda agar memiliki jiwa kewirausahaan, atau intrepreneur, kata  Jonni Mardizal, Kepala Bidang Organisasi pada Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda di Kemenpora,   saat membuka Rakernas VIII Peradah (Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia) di Palembang Sabtu (7/8) siang.

Menurutnya, tema yang diusung Rakernas Peradah VIII  kali ini sangat tepat menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia. Melalui tema "Sinergi untuk Negeri; Gerakan Nasional Membangun Kemandirian Pemuda", berarti terjadi upaya kemandirian atau kebebasan pemuda atas ketergantungan kepada pihak manapun, sehingga pemuda dapat berkreasi, berinovasi dan beraktivitas sepanjang tidak menyalahi norma, aturan dan perundang-undangan yang berlaku.








sumber www.kemenpora.go.id

Palembang:

Di tengah tingginya angka pengangguran lulusan perguruan tinggi itu sudah saatnya pemerintah mengubah haluan arah pendidikan. "Pendidikan tidak lagi menciptakan sarjana-sarjana pencari kerja seperti saat ini, tetapi harus diubah menjadi sarjana pencipta lapangan pekerjaan. Justru sebaliknya, pemuda harus bisa menciptakan lapangan pekerjaan dengan membuka usaha," ujar Jonni.

Sebagai permulaan, pemuda diharapkan tidak hanya mengandalkan pekerjaan jadi buruh di pabrik. Akan tetapi harus menumbuhkan jiwa entrepreneur-nya. Peran organisasi kepemudaan sangat diharapkan dalam mengatasi masalah pengangguran, dengan memberikan pengetahuan kewirausahaan atau entrepreneurship kepada para anggotanya. "Kewirausahaan bukan berarti menjadi pedagang., melainkan,menciptakan iklim kreatif dan inovatif serta berlatih berani mengambil risiko bagi semua kalangan, di semua jenjang pendidikan," tambahnya.

Rakernas VIII Peradah Indonesia diikuti oleh 300 orang peserta dari Dewan Pimpinan Provinsi dari seluruh Indonesia, para senior, pengurus Parisada Hindu Indonesia dan DPN Peradah Indonesia. (rma) selengkapnya..

Putu Lilik Supandi Pimpin Peradah Sumsel

LOKASABHA III Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Peradah Indonesia Sumatera Selatan digelar di Aula Pura Agung Sriwijaya Palembang , Sabtu (30/5). Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradah Indonesia , Nyoman Agus Asrama hadir langsung dalam acara tersebut.
Sementara dalam pemilihan langsung Ketua DPP Peradah Indonesia masa bhakti 2009-2012 terpilih sebagai ketua, yaitu Putu Lilik Supandi. Dalam pemilihan yang diikuti oleh dua calon, yaitu Putu Lilik Supandi dan I Made Susanta itu, ia menang telak dengan 36 suara, sedangkan I Made Susanta hanya mengantongi 9 suara, dan 1 suara dinyatakan batal.
Sedangkan suasana persidangan berlangsung lancar, walau sempat memanas saat sebagian utusan dari Kabupaten OKU Timur menyatakan walk out setelah sebagian peserta sepakat mengesahkan persyaratan calon ketua DPP Peradah Indonesia harus berdomisili di ibukota provinsi. Ketua Panitia Pelaksana Lokasabha III sekaligus ketua terpilih DPP Peradah Indonesia Sumsel, Putu Lilik Supandi mengatakan pelaksanaan lokasabha secara keseluruhan berlangsung lancar.
“Walau sedikit ada insiden, tapi itu merupakan dinamika organisasi,” ujarnya. Ia menambahkan pihaknya sangat bersyukur, sebab akhirnya lokasabha DPP Peradah Indonesia Sumsel akhirnya berhasil digelar, dan berlangsung sukses. Pasalnya, kepengurusan DPP Peradah Sumsel sebelumnya sempat vakum, dan telah habis masa kepengurusannya pada tahun 2006 lalu.
“Ini perjuangan bersama, semoga ke depan pemuda Hindu yang tergabung dalam DPP Peradah Indonesia Sumsel semakin banyak berkiprah dalam pembangunan umat, dan Provinsi Sumatera Selatan umumnya,” katanya. Setelah terbentuk, ia berjanji akan segera berkonsolidasi dengan kabupaten/kota yang ada basis umat Hindunya untuk membentuk kepengurusan di tingkat kabupaten/kota, bahkan jika perlu sampai ke tingkat kecamatan. Pihaknya ingin serius menggarap Peradah Sumsel, sebab tuntutan umat yang begitu besar akan bangkitnya generasi muda untuk mewarnai kebangkitan umat, dan mewarnai pembangunan di Sumsel.
Ketua DPN Peradah Indonesia, Nyoman Agus Asrama juga mengharapkan agar Peradah Sumsel tak hanya berkiprah di tengah-tengah umat, tapi secara lebih luas harus mampu menunjukkan jati dirinya di tengah-tengah masyarakat Provinsi Sumsel. “Peradah di Sumsel harus bangkit,” ungkapnya. Dalam pembukaan acara lokasabha dihadiri antara lain, Pembimmas Hindu Kanwil Depag Provinsi Sumsel, Kade Ngurah Sumerdana, Sekretaris PHDI Sumsel, Ida Bagus Puja Arimbawa, Ketua ISDHD Kota Palembang, I Made Swasta, dan sejumlah tokoh masyarakat Hindu Sumsel lainnya. (Rilis DPP Peradah Sumsel) selengkapnya..