Kamis, 19 Agustus 2010

DANA PUNIA

DALAM kitab suci Slokantara dinyatakan bahwa diwaktu bulan Purnama dan bulan Mati para dermawan memberi sedekah balasanya akan diterima satu lawan sepuluh. Jika diwaktu gerhana bulan dan gerhana matahari para dermawan memberi dana maka akan dibalas seratus kali oleh Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Kuasa. Meskipun pemberian tersebut sedikit asalkan dapat mengurangi kehausan akan barang tersebut, besar faedahnya Meskipun banyak dan dapat menghilangkan kehausan akan barang tersebut, akan tetapi jika diperoleh dengan jalan yang tidak benar, maka tidak ada gunanya pemberian itu. Jadi bukanlah jumlah yang banyak / sedikit pemberian itu yang menghasilkan banyak sedikitnya pahala, tetapi tujuan utama pemberian ituyang penting serta diperoleh atas dasar dharma.
Murah hati, suka menolong, dermawan, disabdakan oleh Hyang Widhi untuk dijadikan pedoman / panutan oleh umat manusia. Orang yang dermawan memperoleh kemuliaan. Bermacam-macam benda atau pengetahuan dapat didermakan, mulai dari yang paling murah misalnya memberikan minum air putih bagi yang kehausan, memberikan makanan kepada yang kelaparan, memberikan pendidikan kepada mereka yang memerlukan pengetahuan, adalah langka-langkah nyata untuk melatih diri mempratekan kedermawanan. Kemurahan hati adalah wujud dari dharma, yakni berupa pemberian / dana.
Svami Vivekananda menyatakan ada tiga (3) hal yang patut didermakan yaitu:
1). Dharmadana ( memberikan budi pekerti yang luhur untuk merealisasikan ajaran agama ).
2). Vidyadana ( memberikan pengetahuan )
3). Arthadana ( memberikan materi yang dibutuhkan walaupu sedikit asalkan didasari hati yang tulus iklas dan diperoleh atas dasar dharma ).
Dari ketiga macam dana punya yang menduduki kedudukan paling penting / paling tinggi adalah Dharmadana yang menengah Vidyadana terakhir Arthadana.
Dalam kitab suci Atarwaweda II. 24.5. dinyatakan sebagai berikut :
sata hasta sama hara, saha srahasta sam kira,
artinya ;wahai umat manusia , peroleh kekayaan dengan seratus tangan dan didermakanlah itu dalam kemurahan hati dengan seribu tanganmu .
Adapun yang harus diberi dana punya ialah orang yang berkelakuan baik, orang miskin, para lanjut usia yang sudah tidak mampu lagi mencari makan, orang yang betul-betul memerlukan bantuan. Pemberian dana punya jangan karena terpaksa , apalagi diikuti dengan rasa marah dengan mengucapkan kata-kata kasar , ibarat setumpuk ilalang kering yang menggunung, dijatuhi api sebesar kunang-kunang, api tersebut akan membakar angus tumpukan ilalang yang menggunung itu kemudian menjadi abu. Maka pemberian tersebut merupakan sedekah yang hina dan amat rendah pulalah pahalanya. Juga pemberian dana punya kepada orang kaya maka akan sia-sia ibarat menabur garam ke tengah samudra.
Adanya dana punya disini didasari oleh kemurahan hati, rasa sosial yang tinggi dalam ajaran agama Hindu disebut dengan” TAT TWAM ASI” yang artinya aku adalah kamu, kamu adalah aku, kita semua adalah sama. Janganlah fanatik terhadap orang lain, dunia ini bukan untuk kita sendiri.
Orang cepat marah kalau keinginannya tidak dituruti. Orang mudah iri kalau orang lain ada yang melebihi dirinya. Kalau kita cermati, sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk menjadi irihati terhadap orang lain yang memiliki kelebihan dari diri kita, seperti kelebihan karena kekayaannya, ketampanan/kecantik annya, kebangsawanannya, keberuntungannya, kebahagiaannya dan kemasyuran namanya, karena kita sudah ditakdirkan dengan jatah kita masing-masing, karena itu janganlah mencoba untuk mengambil jatah orang lain lagi. Dan lebih berbahaya lagi apabila sifat-sifat irihati berkembang dalam jiwa seseorang pemimpin atau negarawan. Niscaya kebijaksanaan yang diputuskan akan ternoda oleh ketidak adilan yang berujung pada tindak kekerasan, kekejaman, penistaan dan akhirnya pembunuhan. Seperti itu pula apabila kaum agamawan dilekati hatinya oleh penyakit irihati, niscaya ajaran-ajaran agama yang suci akan ternoda karena “dibelokkan” oleh keinginan yang dipengaruhi hantu irihati. Tat Twam Asi disini adalah kesosialan yang tanpa batas. Disamping itu juga merupakan jiwa kesosialan Filsafat Hidup, dasar pedoman dari ajaran Tata Susila Hindu.
Oleh : I Made Murdiasa, S.Ag
http://www.pontiana kpost.com/ berita/index. asp?Berita= Hindu&id=120966
Pendahuluan.
Ajaran dana punia dijumpai dalam berbagai pustaka suci terutama bagian Smertinya, bahkan dalam Upanishad (Chandogya Upanishad) telah tercantum, pengamalan ajaran tersebut, secara traditional telah dilaksanakan oleh umatnya melalui kegiatan ritual keagamaan, praktek, dana punia selalu dikaitkan
Tujuan Pembangunan Nasional Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang sejahtera lahir batin, yang searah dengan: tujuan agama Hindu yaitu Jagathita dan moksa. Bahwa sebagai akibat dari derasnya pembangunan nasional didasarkan tumbuhnya kemampuan umat yang lebih tinggi dan di lain pihak timbullah berbagai masalah yang perlu mendapat perhatian kita melalui dana punia itu.
Memotivasi umat Hindu untuk berdana punia terutama bagi yang mampu, kemudian secara berkoordinasi diarahkan untuk membantu mereka yang tidak mampu, adalah suatu hal yang sangat mulia untuk mewujudkan kesejahteraan sosial itu. Pengamalan ajaran dana punia yang secara tradisional dilaksanakan lewat ritual keagamaan dari kelembagaan adat, perlu diangkat ke permukaan, kemudian diarahkan kepada sasaran yang lebih luas.
Pokok Permasalahan.
1. Bahwa sesungguhnya umat telah melaksanakan kegiatan dana punia akan tetapi masih bersifat tradisional dan lokal, seperti upacara mepedanan, sarin canang, sarin tahun dan lain- lainnya.
2. Pengertian umat masih terbatas kepada hal- hal yang ada kaitannya dengan kegiatan keagamaan saja, pada hal masalah- masalah kemanusiaan juga merupakan tanggung jawab umat beragama.
3. Dengan adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, sehingga terjadi pergaulan dan bermacam- macam umat maka terjadilah pergeseran nilai sosial sehingga perlu adanya metode yang canggih dalam menghadapi situasi perkembangan sosial.
4. Sampai saat ini umat Hindu belum memiliki satu sistem/ badan yang bersifat nasional dalam penggalian dan pengelolaan dana sesuai dengan kebutuhan pembinaan umat.
Hasil- Hasil Pembahasan.
1. Pengertian dana punia.
Dana punia terdiri dan dua kata, yaitu dana yang artinya pemberian, punia, berarti selamat, baik, bahagia, indah dan suci. Jadi dana punia adalah pemberian yang baik dan suci.
2.
1. Landasan Filosofis : Tat Twam Asi.
2. Landasan sastra:
1. Weda Smrti (lontar).
2. Manawa dharma sastra Bab IV, sloka 33, 226.
3. Sarasamuçcaya sloka Nomor 175, 176, 192, 198, 217,
178, 207, 210, 211, 182, 183, 184, 222, 181, 202,
205, 206, 216, 187, 188, 191, 193,194, 212, 213,
223,261,262,263.
4. Sanghyang Kamahayanika, sloka 56, 57, 58.
5. Slokantara, sloka nomor 2, 4, 5.
6. Ramayana, sargah l, bait 5, sargah II bait 53, 54.
7. Niti sastra, sargah III bait 8, sargah XIII bait II.
8. Lontar Yadnya Prakerti.
3. Jenis Dana Punia.
Perincian dana punia yang dapat mendatangkan phala yang besar adalah:
1. Desa; yaitu tanah.
2. Agama; yaitu ajaran sastra, agama, dan ilmu pengetahuan.
3. Drewya : benda- benda duniawi/material.
Dalam Sanghyang Kamahayanika dijelaskan bentuk dana
punia yaitu:
a. Dana : harta benda.
b. Atidana: Pemikiran/Ide yang baik & luhur.
c. Mahatidana : jiwa raga.
4. Siapa saja berkewajiban melaksanakan dana punia
Sesuai dengan sastra agama yang berkewajiban melaksanakan dana punia adalah:
1. Para penguasa negara/pemerintah.
2. Para pemuka agama, pemuka- masyarakat.
3. Penyelenggaraan yadnya (sang yajamana).
4. Saudagar, banija, usahawan.
5. Orang-orang yang mampu (ekomoni).
6. Orang-orang cerdas dan cendikiawan
7. Sewaktu- waktu diwajibkan bagi setiap umat
8. Pegawai/Pekerja yang berpenghasilan tetap.
9. Pegawai/Pekerja yang berpenghasilan tinggi.
5. Yang berhak menerima dana punia:
1. Para guru rohani/nabe.
2. Dangacarya (sulinggih/pemangku).
3. Orang-orang miskin yang terlantar.
4. Orang-orang cacat.
5. Orang-orang yang terkena musibah.
6. Tempat suci/parahyangan.
7. Lembaga- lembaga sosial.
8. Rumah sakit.
9. Pasraman/pendidikan Agama.
6. Pelaksanaan dana punia:
Saat yang baik melaksanakan dana punia adalah
1. Uttarayana (Purnama Kadasa) Umat Hindu (diwajibkan melaksanakan dana punia secara serentak.
2. Sewaktu- waktu tepatnya pada waktu Purnama dan Tilem baik Uttarayana, swakala, daksinayana (matahari menuju utara, di katulistiwa, dan menuju selatan).
3. Saat gerhana matahari dan gerhana bulan.
4. Dalam keadaan pancabaya.
7. Dasarnya dana punia.
Dalam Sarasamuçcaya sloka- ,261, 262, 263, demikian pula dalam Ramayana sargah II bait 53, 34 disebutkan bahwa harta yang didapat (hasil guna kaya) hendaknya dibagi tiga yaitu untuk kepentingan:
1. Dharma 30%
2. Kama 30 %
3. Dana harta (modal usaha) 40%.
Dalam kegiatan dana punia kepada setiap umat agar menyisihkan hartanya setengah kilogram beras yang merupakan bagian dari kegiatan dharma.
8. Lamanya pelaksanaan dana punia:
1. Selama dalam status grehasta untuk setiap umat wajib melakukan dana punia.
2. Dalam rangka pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran berdana punia di kalangan anak- anak maka perlu kegiatan dana punia dilakukan sedini mungkin.
9. Pengelolaan dana punia.
Untuk mencapai hasil guna yang sebesar- besarnya dipandang perlu untuk membentuk suatu badan khusus yang merencanakan dan mengelola kegiatan dana punia.
Kesimpulan.
Dari pokok hasil bahasan di atas dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut.
1. Dana punia merupakan kewajiban bagi umat Hindu yang harus dilaksanakan.
2. Bahwa ajaran dana punia mempunyai landasan Filosofis dan landasan sastra agama.
3. Jenis dana punia dapat berwujud, ilmu agama, ilmu pengetahuan, jiwa raga, maupun harta benda.
4. Pelaksanaan dana punia hendaknya dilakukan sedini mungkin.
http://yayasandharmasastra.wordpress.com/2008/02/01/sekilas-tentang-pengertian-dana-punia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar